Jumat, 16 Mei 2014

Dalam Kehalalan, Hidup Anda Menjadi Barokah



Dalam lingkup masyarakat terkecil hingga tatanan Negara, praktik yang tidak sesuai dengan syariat agama begitu merebak. Baik di perbankan, transaksi bisnis, lembaga perkreditan, bahkan sampai arisan warga. Entah karena umat Islam tidak mengetahui hukum dan bahaya riba, atau sebenarnya mereka sudah tahu tetapi tetap juga dilanggar. “Yang haram saja susah apalagi yang halal,” begitu sering kita mendengar orang berseloroh.

Penyakit “cinta dunia dan takut mati” tampaknya telah menyebabkan manusia di akhir zaman ini menghalalkan segala macam cara untuk meraih kekayaan sebanyak-banyaknya, termasuk dengan cara riba. Sungguh benarlah sabda Rasulallah SWA : “Akan datang suatu masa, orang tidak peduli dari mana harta yang dihasilkannya, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram”.
 Riba Dan Bahayanya
Allah Swt sebenarnya telah memudahkan bagi manusia dalam urusan memenuhi kebutuhannya. Allah telah menyediakan semua yang ada dimuka bumi ini untuk manusia, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 29 : “Dialah yang telah menciptakan semua apa-apa yang di bumi untuk kalian,” dan Surat Al Luqman ayat 20: “Tidakkah kalian memperhatikan bahwa Alla telah menundukkan/memudahkan untuk (kepentingan) kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin”.

Allah juga telah mengingatkan kepada manusia agar mencari yang halal dan jangan terbujuk rayu tipu daya syaitan sehingga makan dari hasil usaha yang haram, “Hai sekalian manusia, makanlah kalian dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat dibumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (Al Baqarah : 168).

Berdasarkan dalil-dalil diatas, para ulama membuat kaidah hukum bahwa segala urusan dunia (muamalah) diperbolehkan, kecuali ada dalil-dalil yag mengharamkannnya. Oleh karena itu mempelajari hukum-hukum muamalat menjadi kewajiban kita agar terhindar dari transaksi yang haram. Orang yang tidak mau mempelajari hukum – hukum muamalat, maka dia akan mudah terperosok melakukan usaha-usaha yang haram dan makan dari hasil usaha yang haram. Hal ini sudah diingatkan oleh Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib.

“Diantaranya adalah ucapan sahabat Umar bin Kattab : Tidak boleh berjual beli di pasar kami kecuali orang yang faqih (orang yang faham hukum muamalat-red). Jika bukan orang yang faham hukum muamalat maka dia akan makan riba. Dan ucapan sahabat Ali bin Abi Thalib RA : barang siapa berjual beli/berdagang sebelum dia menjadi orang yang faqih/faham hukum muamat maka sungguh-sungguh dia telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepaskannya, kemudian dia dia telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepaskannya, dia telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepaskannya”. (Tafsir al-Qurtuby 3/352, tafsir Ibnu Katsir 1/581-582, tafsir al-Tabary 6/38, Mughny al-Muhtaj 2/22 dan 6/29).

Menjauhi yang haram adalah kewajiban kita bersama agar terhindar dari siksaan api neraka. Orang yang biasa makan dari hasil usaha yang haram, kelak akan dibakar di dalam neraka.

Rasulallah SAW juga telah melaknati orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, orang yang menjadi penulis riba, dan orang yang menjadi saksi riba.

Dari Abdillah ibni Mas’ud, dia berkata : Rasulallah SAW melaknati pada orang yang makan riba, (yang menghutangi/kreditur), orang yang memberi makan riba (yang hutang/debitur), saksi riba, dan juru tulis riba”. (H.R.Abu Dawud).

Oleh karena itu, sangat penting pemahaman tentang riba disampaikan kepada kaum muslimin agar tidak terjebak pada transaksi ribawi dengan segala bentuknya, apalagi bagi para pengusaha yang akrab melakukan transaksi bisnis dan mainstreamnya  sangat lekat dengan transaksi ribawi. Hal ini penting dipahami agar bisnis yang dilakukan penuh dengan kebarokahan dan diridhai Allah SWT. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar