Laman

Sabtu, 17 Mei 2014

Contoh Transaksi Haram dan Solusinya



   A.   Hutang-Piutang
-     Misalnya si A pinjam uang Rp 1 juta kepada si B. Pada saat si A mau mengembalikan pinjamannya, si B meminta kepada si A mengembalikan Rp 1,2juta. Ini riba, Karena ada tambahan Rp 200.000,-. 
-       Contoh lagi, si A meminjam uang kepada si B Rp 10juta selama satu tahun. Sampai dengan waktu lima tahun si B belum bisa membayar hutangnya. Tiba-tiba si B meminta kepada si  A supaya membayar hutangnya yang Rp 10juta menjadi Rp 20juta. Alasannya, dulu uang Rp 10juta kalau dibelikan sapi dapat dua ekor, sedangkan sekarang dua ekor sapi harganya Rp 20juta, maka sekarang si A harus membayar hutangnya Rp 20juta. Ini termasuk riba nasi’ah (riba hutang-piutang).  
-      Contoh lagi, si A meminjam gabah satu kuintal kepada si B, waktu itu harga gabah Rp 5.000,-/kg. Dua bulan berikutnya, saat  si A mau mengembalikan gabah kepada si B, harga gabah turun menjadi Rp 4000,-/kg. Si B tidak bisa menerima pengembalian gabah sama-sama satu kuintal, tetapi si B minta pengembalian gabah sebanyak 1,25 kuintal. Ini riba. Supaya tidak riba pinjamnya satu kuintal gabah, maka pengembaliannya pun harus satu kuintal gabah.
 
   B.   Jual-Beli (Perdagangan)
-       Menukarkan uang kertas Rp 100ribu dengan uang receh, misal senilai Rp 90ribu. Bisnis seperti ini biasanya terjadi di terminal-terminal bus pada waktu menjelang lebaran. Ini riba. Supaya tidak riba, maka uang kertas Rp 100ribu itu harus ditukar dengan uang receh (misal ribuan) senilai Rp 100ribu juga. 
-       Menukarkan uang dollar atau mata uang lainnya dengan mata uang rupiah sesuai dengan kurs sekarang, tetapi penyerahannya tidak pada waktu sekarang. Misal, satu minggu berikutnya. Ini juga riba. Supaya tidak riba, maka uang dollar ditukar dengan uang rupiah sesuai kurs sekarang dan penyerahannya pun sekarang juga.

-       Menukarkan beras berkualitas rendah (missal 7 kg), dengan beras berkualitas bagus dengan takaran yang berbeda, misal 5 kg. Ini riba. Supaya tidak riba, maka beras yang berkualitas rendah dijual dulu lalu uang hasil penjualannya dibelikan beras berkualitas bagus.

-       Misalkan si A membeli sepeda motor dari si B secara kontan seharga Rp 7juta, kemudian si A menjual kembali sepeda motor tersebut kepada si B secara kredit seharga Rp 10juta. Ini jelas riba. Supaya tidak riba, maka A tidak boleh menjual kembali sepeda motor tersebut kepada si B, tetapi menjual kepada orang lain.

-       Contoh lagi, misal si A menjual sepeda motor kepada si B seharga Rp 15juta dengan cicilan selama 3 bulan. Sebelum 3 bulan si A berkata kepada si B, bahwa waktu cicilannya ditambah 3 bulan lagi tetapi harganya menjadi Rp 17juta. Ini hukumnya riba, karena ada tambahan Rp 2juta diluar kesepakatan yang pertama.

-       Seseorang membeli cek mundur seharga Rp 10juta secara kontan dengan harga Rp 8juta. Ini hukumnya riba!. Karena menjual cek mundur itu pada hakekatnya menjual (menukarkan uang dengan uang), sehingga tidak boleh ada penambahan uang Rp 2juta. Adapun yang diperbolehkan cek senilai Rp 10juta ditukar dengan uang sebesar Rp 10juta juga.

-       Kredit kendaraan bermotor kepada Lembaga Keuangan/Finance, Bank Konvensional, Dealer, showroom, dan lain-lain yang menggunakan system bunga. Ini jelas haram dan riba. Supaya tidak riba, maka bisa kredit kendaraan bermotor kepada Bank Syariah, Lembaga-lembaga Keuangan Syariah lainnya, toko-toko atau perorangan yang memberikan kredit kendaraan dengan system jual beli biasa, atau jual beli murabahah.

-       Si A menitipkan modal kepada si B sebesar Rp 10juta. Si A minta kepada si B agar tiap bulan diberi keuntungan 5% dari modal yang dititipkan itu, atau menentukan nominal seperti tiap bulan minta keuntungan Rp 500ribu. Atau sebaliknya si B yang menawarkan keuntungan kepada si A, baik secara presentase maupun nominal dari modal yang dititipkan. Ini hukumnya jelas haram dan riba. Supaya halal dan tidak riba, yang dijanjikan adalah presentase dari keuntungan yang diperoleh. Misal, si B  memberikan bagi hasil kepada si A sebesar 40% dari keuntungan (bersih/kotor) yang diperoleh, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

   C.   Soal Arisan
-       Arisan uang dengan nilai harga beras. Contoh, bulan Desember harga beras Rp 7.000,-/kg. Masing-masing anggota arisan menyetorkan uang arisan Rp 7.000,-/kg. Kalau pada bulan Januari harga beras Rp 10.000,-/kg, maka masing-masing anggota arisan menyetorkan uang arisan Rp 10.000,-/kg. Ini hukumnya riba, karena mentransaksikan uang dengan uang yang timbul adanya tambahan dari Rp 7.000,- menjadi Rp 10.000,-. Supaya tidak riba maka bukan arisan uang dinilai dengan harga beras, tapi betul-betul arisan beras, sehingga yang diserah terimakan adalah beras. Walaupun harganya bisa berubah-ubah tetapi hukumnya tetap halal, karena yang ditransaksikan adalah berasnya, bukan harganya.

-       Suatu perkumpulan (misal 12 orang) mengadakan arisan uang. Masing-masing orang membayar Rp 100 ribu, sehingga total penerimaan Rp 1,2 juta. Ketika salah satu peserta arisan membutuhkan uang secara mendesak, maka penerimaan uang arisan Rp 1,2 juta pada beberapa bulan mendatang dijual sekarang kepada peserta tersebut secara kontan dengan harga Rp 1 juta. Ini hukumnya riba!. Supaya tidak riba maka harus dijual Rp 1,2 juta.

-       Arisan sepeda motor dengan system lelang. Jumlah peserta 50 orang dengan menyerahkan uang arisan Rp 200 ribu/bulan, sehingga jumlah uang terkumpul Rp 10 juta. Harga sepeda motor yang disepakati Rp 15 juta. Pemenang arisan dilelang, yaitu siapa saja yang bisa memberikan uang tambahan paling tinggi minimal Rp 5 juta, maka dia yang berhak mendapatkan uang sebesar Rp 10 juta. Begitu pula pada bulan berikutnya. Apabila harga jenis sepeda motor naik, misalnya menjadi Rp 17,5 juta, maka pemenang arisannya adalah yang bisa menambah setinggi-tingginya, minimal Rp 7,5 juta. Cara seperti ini hukumnya riba karena adanya tambahan uang arisan yang berbeda-beda. Adapun yang benar, apabila pada bulan ini harga sepeda motor Rp 15 juta, maka harga itu dibagi rata 50 peserta, sehingga masing-masing arisan Rp 300 ribu. Begitu seterusnya. Jika harga sepeda motor naik menjadi Rp 17,5 juta, maka harga tersebut dibagi rata 50 peserta, sehingga masing-masing peserta membayar Rp 350 ribu. Ini tidak riba. Karena yang dijadikan arisan adalah sepeda motor jenis tertentu yang sudah disepakati, bukan harganya.

   D.   Main Indeks Saham
-       Main indeks harga saham adalah menyerahkan sejumlah uang untuk diinvestasikan dalam bursa indeks harga saham. Contoh, indeks Han-Seng untuk mendapatkan keuntungan dari
transaksi jual beli indeks harga saham tersebut. Ini hukumnya riba!. Karena hakekatnya menyerahkan uang untuk mendapatkan uang lebih banyak tanpa ada jual beli barang secara riil. Indeks harga saham bukanlah barang/fisik yang bisa diserahterimakan, karena yang diperjual-belikan adalah harga sahamnya. Adapun yang boleh adalah membeli saham dengan tujuan menjadi salah satu pemilik perusahaan yang menjual saham tersebut. Ada bukti kepemilikan dalam perusahaan tersebut dalam bentuk sertifikat saham, seperti membeli saham Koperasi, PT, atau saham suatu BPR Syariah.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar