A.
Hutang-Piutang
- Misalnya
si A pinjam uang Rp 1 juta kepada si B. Pada saat si A mau mengembalikan
pinjamannya, si B meminta kepada si A mengembalikan Rp 1,2juta. Ini riba,
Karena ada tambahan Rp 200.000,-.
- Contoh
lagi, si A meminjam uang kepada si B Rp 10juta selama satu tahun. Sampai dengan
waktu lima tahun si B belum bisa membayar hutangnya. Tiba-tiba si B meminta
kepada si A supaya membayar hutangnya
yang Rp 10juta menjadi Rp 20juta. Alasannya, dulu uang Rp 10juta kalau
dibelikan sapi dapat dua ekor, sedangkan sekarang dua ekor sapi harganya Rp
20juta, maka sekarang si A harus membayar hutangnya Rp 20juta. Ini termasuk
riba nasi’ah (riba hutang-piutang).
- Contoh
lagi, si A meminjam gabah satu kuintal kepada si B, waktu itu harga gabah Rp
5.000,-/kg. Dua bulan berikutnya, saat
si A mau mengembalikan gabah kepada si B, harga gabah turun menjadi Rp
4000,-/kg. Si B tidak bisa menerima pengembalian gabah sama-sama satu kuintal,
tetapi si B minta pengembalian gabah sebanyak 1,25 kuintal. Ini riba. Supaya
tidak riba pinjamnya satu kuintal gabah, maka pengembaliannya pun harus satu
kuintal gabah.
B.
Jual-Beli (Perdagangan)
- Menukarkan
uang kertas Rp 100ribu dengan uang receh, misal senilai Rp 90ribu. Bisnis
seperti ini biasanya terjadi di terminal-terminal bus pada waktu menjelang
lebaran. Ini riba. Supaya tidak riba, maka uang kertas Rp 100ribu itu harus
ditukar dengan uang receh (misal ribuan) senilai Rp 100ribu juga.
- Menukarkan
uang dollar atau mata uang lainnya dengan mata uang rupiah sesuai dengan kurs
sekarang, tetapi penyerahannya tidak pada waktu sekarang. Misal, satu minggu
berikutnya. Ini juga riba. Supaya tidak riba, maka uang dollar ditukar dengan
uang rupiah sesuai kurs sekarang dan penyerahannya pun sekarang juga.
- Menukarkan
beras berkualitas rendah (missal 7 kg), dengan beras berkualitas bagus dengan
takaran yang berbeda, misal 5 kg. Ini riba. Supaya tidak riba, maka beras yang
berkualitas rendah dijual dulu lalu uang hasil penjualannya dibelikan beras
berkualitas bagus.
- Misalkan
si A membeli sepeda motor dari si B secara kontan seharga Rp 7juta, kemudian si
A menjual kembali sepeda motor tersebut kepada si B secara kredit seharga Rp
10juta. Ini jelas riba. Supaya tidak riba, maka A tidak boleh menjual kembali
sepeda motor tersebut kepada si B, tetapi menjual kepada orang lain.
- Contoh
lagi, misal si A menjual sepeda motor kepada si B seharga Rp 15juta dengan
cicilan selama 3 bulan. Sebelum 3 bulan si A berkata kepada si B, bahwa waktu
cicilannya ditambah 3 bulan lagi tetapi harganya menjadi Rp 17juta. Ini
hukumnya riba, karena ada tambahan Rp 2juta diluar kesepakatan yang pertama.
- Seseorang
membeli cek mundur seharga Rp 10juta secara kontan dengan harga Rp 8juta. Ini
hukumnya riba!. Karena menjual cek mundur itu pada hakekatnya menjual
(menukarkan uang dengan uang), sehingga tidak boleh ada penambahan uang Rp
2juta. Adapun yang diperbolehkan cek senilai Rp 10juta ditukar dengan uang
sebesar Rp 10juta juga.
- Kredit
kendaraan bermotor kepada Lembaga Keuangan/Finance, Bank Konvensional, Dealer,
showroom, dan lain-lain yang menggunakan system bunga. Ini jelas haram dan
riba. Supaya tidak riba, maka bisa kredit kendaraan bermotor kepada Bank
Syariah, Lembaga-lembaga Keuangan Syariah lainnya, toko-toko atau perorangan
yang memberikan kredit kendaraan dengan system jual beli biasa, atau jual beli
murabahah.
- Si A
menitipkan modal kepada si B sebesar Rp 10juta. Si A minta kepada si B agar
tiap bulan diberi keuntungan 5% dari modal yang dititipkan itu, atau menentukan
nominal seperti tiap bulan minta keuntungan Rp 500ribu. Atau sebaliknya si B
yang menawarkan keuntungan kepada si A, baik secara presentase maupun nominal
dari modal yang dititipkan. Ini hukumnya jelas haram dan riba. Supaya halal dan
tidak riba, yang dijanjikan adalah presentase dari keuntungan yang diperoleh.
Misal, si B memberikan bagi hasil kepada
si A sebesar 40% dari keuntungan (bersih/kotor) yang diperoleh, tergantung
kesepakatan kedua belah pihak.
C.
Soal Arisan
- Arisan
uang dengan nilai harga beras. Contoh, bulan Desember harga beras Rp
7.000,-/kg. Masing-masing anggota arisan menyetorkan uang arisan Rp 7.000,-/kg.
Kalau pada bulan Januari harga beras Rp 10.000,-/kg, maka masing-masing anggota
arisan menyetorkan uang arisan Rp 10.000,-/kg. Ini hukumnya riba, karena
mentransaksikan uang dengan uang yang timbul adanya tambahan dari Rp 7.000,-
menjadi Rp 10.000,-. Supaya tidak riba maka bukan arisan uang dinilai dengan
harga beras, tapi betul-betul arisan beras, sehingga yang diserah terimakan
adalah beras. Walaupun harganya bisa berubah-ubah tetapi hukumnya tetap halal,
karena yang ditransaksikan adalah berasnya, bukan harganya.
- Suatu
perkumpulan (misal 12 orang) mengadakan arisan uang. Masing-masing orang
membayar Rp 100 ribu, sehingga total penerimaan Rp 1,2 juta. Ketika salah satu
peserta arisan membutuhkan uang secara mendesak, maka penerimaan uang arisan Rp
1,2 juta pada beberapa bulan mendatang dijual sekarang kepada peserta tersebut
secara kontan dengan harga Rp 1 juta. Ini hukumnya riba!. Supaya tidak riba
maka harus dijual Rp 1,2 juta.
- Arisan
sepeda motor dengan system lelang. Jumlah peserta 50 orang dengan menyerahkan
uang arisan Rp 200 ribu/bulan, sehingga jumlah uang terkumpul Rp 10 juta. Harga
sepeda motor yang disepakati Rp 15 juta. Pemenang arisan dilelang, yaitu siapa
saja yang bisa memberikan uang tambahan paling tinggi minimal Rp 5 juta, maka
dia yang berhak mendapatkan uang sebesar Rp 10 juta. Begitu pula pada bulan
berikutnya. Apabila harga jenis sepeda motor naik, misalnya menjadi Rp 17,5
juta, maka pemenang arisannya adalah yang bisa menambah setinggi-tingginya,
minimal Rp 7,5 juta. Cara seperti ini hukumnya riba karena adanya tambahan uang
arisan yang berbeda-beda. Adapun yang benar, apabila pada bulan ini harga
sepeda motor Rp 15 juta, maka harga itu dibagi rata 50 peserta, sehingga
masing-masing arisan Rp 300 ribu. Begitu seterusnya. Jika harga sepeda motor
naik menjadi Rp 17,5 juta, maka harga tersebut dibagi rata 50 peserta, sehingga
masing-masing peserta membayar Rp 350 ribu. Ini tidak riba. Karena yang
dijadikan arisan adalah sepeda motor jenis tertentu yang sudah disepakati,
bukan harganya.
D.
Main Indeks Saham
- Main
indeks harga saham adalah menyerahkan sejumlah uang untuk diinvestasikan dalam
bursa indeks harga saham. Contoh, indeks Han-Seng untuk mendapatkan keuntungan
dari
transaksi jual beli indeks harga saham tersebut. Ini hukumnya riba!. Karena hakekatnya menyerahkan uang untuk mendapatkan uang lebih banyak tanpa ada jual beli barang secara riil. Indeks harga saham bukanlah barang/fisik yang bisa diserahterimakan, karena yang diperjual-belikan adalah harga sahamnya. Adapun yang boleh adalah membeli saham dengan tujuan menjadi salah satu pemilik perusahaan yang menjual saham tersebut. Ada bukti kepemilikan dalam perusahaan tersebut dalam bentuk sertifikat saham, seperti membeli saham Koperasi, PT, atau saham suatu BPR Syariah.(*)
transaksi jual beli indeks harga saham tersebut. Ini hukumnya riba!. Karena hakekatnya menyerahkan uang untuk mendapatkan uang lebih banyak tanpa ada jual beli barang secara riil. Indeks harga saham bukanlah barang/fisik yang bisa diserahterimakan, karena yang diperjual-belikan adalah harga sahamnya. Adapun yang boleh adalah membeli saham dengan tujuan menjadi salah satu pemilik perusahaan yang menjual saham tersebut. Ada bukti kepemilikan dalam perusahaan tersebut dalam bentuk sertifikat saham, seperti membeli saham Koperasi, PT, atau saham suatu BPR Syariah.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar